PUASA NANTI JANGAN KE PASAR BARU LAGI
Oleh: Jum’an
Sudah tahu hari mendung tidak mau membawa jas hujan dengan alasan hujan belum tentu turun. Akhirnya harus berteduh dikolong underpass selama berjam-jam kedinginan lalu masuk angin dan pilek berhari-hari. Tahu lampu jalan sudah merah tidak mau berhenti dengan alasan nanggung. Akhirnya ditangkap polisi ketahuan surat-surat tidak lengkap mobil ditahan dan seminggu urusan baru selesai. Terakhir saya memencet jerawat dipipi karena risi berlanjut dengan infeksi berhari-hari dan ketakutan kalau-kalau kangker.
Betapa sering orang terseret kedalam kerepotan yang berlarut-larut hanya karena penyebab yang sepele. Semua bermula dari salah mengambil keputusan yaitu memilih yang berisiko dari pada yang lebih aman. Karena tidak sabar atau ragu-ragu atau sekedar why not saja. Memang sebaiknya kita menenangkan diri dulu sebelum mengambil keputusan, lalu lahaula wala quwwata lalu bismillah. Tetapi kita maunya serba instant, gaji terlambat sehari saja kita kutuk habis dari kasir, direktur sampai komisaris perusahaan. Manusia selalu terburu nafsu sudah dari sononya memang begitu.
Menjelang bulan suci Ramadan makin banyak orang membicarakan kenangan, anekdot dan serba-serbi bulan puasa. Juga dikantor saya, Rina contohnya. Dia mengaku masih mempunyai tunggakan puasa lima hari. Salah satunya ketika ia batal puasa di pasar Jatinegara tahun lalu. Katanya waktu itu udara sangat panas, suasana pengap dan orang saling berdesakan. Ia merasa tidak tahan, apalagi ketika dilihatnya es sirop warna merah dalam gelas bening berembun memanggil-manggil. Batallah puasanya dan baru mau dibayar dalam beberapa hari mendatang. Saya merasa kaget ketika mendengar pengakuan itu karena saya ingat Warni dan Yanti yang masih kerabat jauh saya yang batal puasa di Pasar Baru. Kalau ada satu lagi nama wanita yang batal puasa di pasar, Tanah Abang atau Bendungan Hilir atau Kebayoran Lama maka saya berani menuduh bahwa tidak sedikit wanita yang membatalkan puasa dipasar. Ternyata Taslim, rekan sekantor juga, mengakui bahwa istrinya sudah sering batal puasa dipasar.
Warni dan Yanti (nama samaran, mungkin mereka membaca tulisan ini) semua batal puasa karena alasan yang hampir sama. Mereka pergi ke Pasar Baru untuk berbelanja pakaian lebaran. Dengan penuh gairah mereka keluar masuk gerai-gerai pakaian, melihat-lihat dulu sebelum membeli nanti. Sesudah sekitar sejam berkeliling mulailah terasa mata pedih dan hidung sakit oleh bau tekstil yang menyengat, kepala pusing, kerongkongan dan mulut kering karena hari semakin panas. Lidah serasa tersangkut-sangkut tidak lancar untuk tawar-menawar. Kalau diteruskan mungkin akan bertambah gawat, ini sudah darurat. Merekapun sepakat untuk membatalkan puasa demi kesehatan toh bisa diganti tahun depan. Merekapun menyantap masing-masing semangkok soto mie panas dan es kelapa muda. Nikmat tiada tara. Sesudah bersendawa panjang merekapun tertegun. Mungkin menyesal atau merasa kehilangan kehormatan. Seperti terperosok dari keanggunan seorang gadis pingitan calon pengantin, lalu menjual diri demi kepuasan jasmani. Semangkok soto mie dan es kelapa muda. Entahlah. Sebaiknya puasa nanti jangan ke Pasar Baru lagi. Syahr Mubarrok.