Bulan: Februari 2011

MENCINTAI SEMUA HARI

MENCINTAI SEMUA HARI

Oleh: Jum’an

Sebenarnya saya ingin menyongsong semua hari dengan senang. Tetapi sebagai kaum pegawai tidak sanggup rasanya untuk menyukai hari Senin. Mingu siang sudah mulai terasa bahwa week-end sebentar lagi habis. Minggu malam gelisah dan sulit tidur memikirkan hari esok. Harus bangun pagi, jalanan yang macet, ketemu orang-orang itu lagi! Meeting lagi! Akhirnya ketika Senin pagi benar-benar datang, semangatpun loyo dan perasaan sebal. Dengarkan kisah tentang Brenda Spencer anak perempuan 16 tahun yang dibelikan senapan kaliber 22 semi otomatis sebagai hadiah Natal oleh ayahnya. Ini kejadian nyata, maklumi saja karena mereka adalah orang Amerika! Sebulan kemudian pada Senin pagi bulan Januari 1979, Brenda membuka jendela kamarnya, melepaskan tembakan membabi-buta kearah anak-anak SD didepan rumahnya. Kepala sekolah dan seorang penjaga mati tersungkur dan 9 anak terpaksa dirawat dirumah sakit. Ketika ia diringkus polisi dan ditanya alasannya berbuat sekeji itu, ia jawab: “Saya benci hari Senin, saya lakukan ini agar bergairah. Tidak ada orang yang suka hari Senin!!”. Lagu I don’t like Mondays yang ditulis Bob Geldof ini terinspirasi dari kisah Brenda. Kenapa jadi banyak orang tidak menyenangi hari Senin?

Menurut Prof Leon Lack ahli masalah tidur dari Australia kebiasaan menggunakan hari Sabtu dan Minggu untuk membayar hutang tidur selama seminggu, mengganggu jam biologis tubuh kita, sehingga kita mengalami semacam jet lag yang dirasakan orang bila terbang melintasi zona-zona waktu. Hari Sabtu dan Minggu seperti telah menempatkan kita dalam “relax mode” dan kita benci begitu berfikir bahwa relax mode itu akan segera berakhir. Ada pula yang mengatakan justru pikiran negatif tentang hari esok seperti kemacetan, meeting, orang-orang itu lagi, yang menyebabkan Senin kita jadi kelabu. Jika kita tidak berfikir demikian mungkin Senin kita lebih cerah. Kekeliruan yang terbesar kaum pegawai adalah mereka menukar waktu, tenaga dan ketrampilan mereka dengan uang bulanan. Dan pada umumnya di Indonesia nilai tukarnya terlalu rendah. Hari Senin merupakan awal pengorbanan kebebasan pribadi mereka demi kelangsungan uang bulanan itu. Pantaslah kalau tidak menyenangkan. Rasanya tidak untuk sekedar beginian Alloh meciptakan manusia.

Kalau benar kata Profesor Lack bahwa kebiasaan tidur molor dihari Sabtu dan Minggu yang menjadi awal penyebab Senin kelabu, maka menghilangkan kebiasaan bermalas-malas dua hari itu akan mejadikan Senin kita segar dan bersemangat. Kalau fikiran negatif tentang hari esok sebagai penyebabnya, kenapa kita tidak mencoba berfikir: untunglah kita mempunyai pekerjaan dihari Senin ini yang telah menjadikan kita hidup hangat bersama keluarga selama ini dan seterusnya. Kalau tidak? Semua hari, bukan Senin saja pantas kita syukuri, kita senangi. Kalau anda benar-benar merasa bahwa menukar waktu, tenaga dan ketrampilan dengan uang bulanan memang putusan keliru, inilah saatnya anda mencari peruntungan baru yang lebih baik dan lebih merdeka. Dizaman cyber ini banyak sekali peluang pekerjaan yang tidak harus disiksa oleh hari-hari Senin pagi yang menyebalkan itu. Apalagi sampai menembak-nembak orang!

Bagi saya yang sudah terperangkap biarlah saya menghibur diri. Semua hari adalah dari Alloh yang harus diterima dengan senang. Saya sehat, punya bekal secukupnya, tidak terlibat kejahatan, pekerjaan saya tidak sulit dan saya tidak perlu merasa takut kepada siapapun atasan saya. Tidak ada alasan untuk tidak senang. Jum’at adalah penghulu semua hari, hari istimewa: saya harus senang. Sabtu dan Munggu libur siapa yang tidak senang! Hari Senin, seharusnya, saya songsong dengan senang dan penuh semangat karena sudah beristirahat dua hari. Alhamdulillah ketemu Senin lagi! Insyaalloh.

MEMAHAMI KENAKALAN REMAJA MASAKINI

MEMAHAMI KENAKALAN REMAJA MASAKINI

Oleh: Jum’an

Tess Chapin adalah siswi SMA kelas 2 berumur 15 tahun di Manhattan sana. Ia dihukum oleh orang tuanya karena kedapatan mabuk bersama teman-teman sebayanya. Selama 5 minggu ia dilarang menginap diluar, hang-out, pesta ulang tahun dan pesta lain tanpa didampingi orang tua. Ia pun curhat menghiba-hiba lewat facebook berusaha mencari pembelaan. Seorang temannya meluncurkan “gerakan 1000 facebookers untuk menyelamatkan Tess” yang ternyata mengalirkan dukungan yang melimpah termasuk dari putri presiden Obama. Akhirnya Tess dibebaskan orang tuanya pada minggu ke 4 dalam acara Oprah Show di Chicago. Kisah heboh itu diulas Susan Dominus kolumnis New York Times yang menyebutnya sebagai pemberontakan remaja, electronic style –damai, terorganisir dan juga…. menular. Kasus Tess, kecuali sebuah pemberontakan remaja juga memberi contoh betapa anak manis yang polos ketika sendirian, dapat bertindak menyimpang bila berada bersama teman-teman sebayanya. Kita menduga memang ada gejala demikian. Belum lama ini sebuah penelitian di Temple University tentang ”pengambilan risiko dan otak remaja” membuktikannya dengan lebih jelas lagi.

Belasan remaja 14-18 tahun (usia SMA) diminta memainkan video game mengemudi mobil sementara kegiatan otaknya direkam menggunakan scanner. Mereka menerima imbalan uang bila melakukannya lebih cepat. Dalam permainan itu mereka harus mengambil keputusan untuk berhenti dilampu kuning –dengan resiko terlambat- atau melanggarnya agar mencapai finish lebih cepat dan mendapat uang lebih banyak, juga dengan risiko tabrakan yang lebih tinggi dan terlambat lebih lama lagi. Mereka diminta main empat putaran; dua putaran pertama bermain sendirian, dua putaran berikutnya mereka diberitahu bahwa dua teman sebaya mereka ikut menontonnya dari monitor di kamar sebelah. Ternyata ketika mereka merasa ditonton oleh teman sebayanya, mereka melanggar lampu kuning 40% lebih dan menabrak 60% lebihbanyak. Mereka jauh lebih berani untuk mengambil risiko. Hal ini tidak terjadi ketika penelitian dilakukan pada kelompok usia yang lebih tua yaitu mahasiswa dan orang dewasa. Mereka hampir tidak terpengaruh baik bermain sendiri maupun ditonton kerabat sebaya mereka.

Kata Laurence Steinberg pencipta penelitian itu, kehadiran rekan sebaya merangsang wilayah tertentu dalam otak remaja, dan tidak demikian pada orang dewasa. Efek ini katanya, disebabkan karena pertumbuhan otak remaja pada saat akil baligh membuat mereka merasa menjadi pusat perhatian orang lain. Masuk akal mengapa anak remaja melakukan banyak hal-hal penuh risiko dengan teman-teman mereka yang tidak akan dilakukannya ketika sendirian. Bukti juga menunjukkan bahwa remaja memiliki risiko kecelakaan mobil yang lebih tinggi ketika ada remaja lain didalam mobil itu. Penelitian tadi juga membuktikan bahwa hanya dengan diberi tahu bahwa ada teman sebaya yang memperhatikannya, telah meningkatkan kemungkinan tindakan berisiko, apalagi bila mereka benar-benar berkumpul bersama seperti dalam kasus Tess Chapin atau tawuran anak-anak sekolah di Jakarta. Orang tua memang harus ekstra hati-hati mengamati anak-anaknya pada usia remaja. Anak perempuan yang lugu bisa tiba-tiba menjadikan anda berstatus opa dan oma dalam waktu 9 bulan. Mau? Nauzubilah!

Tess yang berhasil memberontak melalui facebook menyadarkan kita bahwa teman-teman sebaya remaja kita juga banyak berasal dari dunia maya. Facebook, twitter, myspace, youtube merupakan tempat “penonton maya” remaja masa kini. Menurut catatan seorang pengamat cukup banyak remaja mengalami kecelakaan hanya karena mencoba sesuatu dengan tujuan untuk direkam dan diposting ke internet. Di youtube saja ada 100 lebih video “ flaming basketball” (basketball menggunakan bola berapi yang menyala) yang banyak mengakibatkan luka bakar pada pemainnya.

BOHONG PUTIH DAN AKIBATNYA

BOHONG PUTIH DAN AKIBATNYA

Oleh: Jum’an

Belum lama ini seorang ibu menilpun saya menanyakan apakah sehari sebelumnya suaminya pergi bersama saya. Sebenarnya tidak, tetapi fikiran saya membaca gelagat dan saya menjawab: ”Ya betul Bu!”. Saya berbohong dengan niat menjaga suasana damai antara mereka, bukan untuk kepentingan saya. Saya menganggapnya bohong baik, bohong putih. Anda juga tahu bahwa banyak orang melakukannya untuk menjaga perasaan teman, meredakan suasana tegang, atau mengulur waktu dan masih banyak lagi. Jangan katakan istri anda kurus tapi sanjunglah dia dengan sebutan ramping dan kalau dia gemuk sebutlah dia segar, apa salahnya kalau itu memberi ketenangan dihati pasangan kita. Melenturkan kebenaran adalah naluriah karena memberi jalan keluar yang mudah. Bohong putih bermanfaat karena dapat menyerap friksi dan turbulensi dalam pergaulan, dimana kepribadian dan suasana hati berbeda-beda. Begitukan cara kita menghadapi orang-orang yang cerewet dan keras kepala? Selama tidak menyakiti orang lain atau melanggar hukum bohong putih membuat hidup lebih nyaman, ibarat bantal yang empuk dari pada tidur beralas ubin. Tetapi bohong putih adalah bohong juga dan tidak dapat kita benarkan setiap saat. Ia sering membuat kita lalai.

Sekitar 10 tahun lalu, saya diminta menggantikan Pak Bambang menemui seorang pengusaha dari Singapura. Ia minta agar saya mengaku sebagai Bambang karena dia pikir pertemuan itu tidak akan berlanjut. Saya tidak menyangka bahwa sekarang saya harus bertemu dengan orang itu lagi mewakili perusahaan saya dengan nama asli saya. “Rasanya saya pernah bertemu anda dulu” katanya kepada saya. Saya mengelak dan berbohong dengan menjawab: “Anda mungkin mengira saya ini Bambang dari PT. IWM. Dia memang mirip sekali dengan saya: kacamata, kumis, muka bulat kepala botak…..” Dia mungkin percaya, tapi tiap kali bertemu dia saya selalu gelisah oleh rasa bersalah.

Kepercayaan adalah dasar dari hubungan yang solid. Bohong putih berupa perkataan atau pebuatan (seperti memakai korset untuk merampingkan pinggang atau memakai wig untuk mentup kepala) dapat menodai integritas kita. Kepercayaan adalah sesuatu yang sulit membangunnya tetapi mudah sekali merusaknya. Kepercayaanlah yang telah megizinkan kita menyingkap tabir penutup dan membiarkan seseorang untuk melihat siapa kita sebenarnya. Tetapi kita bukanlah orang sempurna. Bagaimana kita bisa mengizinkan orang untuk melihat ketidaksempurnaan kita jika orang itu berbohong tentang dirinya? Lagipula bagaimana kita bisa yakin bahwa orang yang mudah bohong tentang hal-hal kecil akan jujur dalam hal-hal yang lebih besar?

Kita merasakan adanya monitor kejujuran yang sangat halus didalam hati kita, yang kalau kita langgar sedikit saja alarm akan menyala. Meskpiun kita hanya membawa pulang tissue milik kantor misalnya, kita merasa itu salah. Ilmu pengetahuan mutakhir bahkan sudah menemukan hubungan antara akhlak, sikap mental dengan kehidupan duniawi kita. Karl Menninger seorang pakar tentang rasa bersalah pernah mengatakan bahwa tidak jarang penjahat tertangkap karena sabotase yang dilakukan oleh rasa bersalahnya sendiri. Ia menghubungkan rasa bersalah dengan hampir setiap penyakit dan gangguan. Fungsi otak dan tubuh tidak hanya tergantung pada kekuatan fisik, vitamin dan olah raga, tetapi juga pada seberapa akrab antara hati dan perbuatan kita. Hati nurani kita sangat peka; sedikit saja kita kita khianati, mungkin akan terlalu besar risikonya. Tetapi ilmu pengetahuan bukanlah sarana untuk memupuk hati nurani. Agama tempatnya, seperti kata Nabi: Aku diutus utuk menyempurnakan akhlak……….