MUHAMMAD SEBAGAI ROH KEBENARAN

 

Jesus-and-Muhammad

Muhammad sebagai Roh Kebenaran

Sebuah Kesaksian Kristen Melawan Islamofobi

Oleh: Dr. Ian Mevorach

[Pendeta Dr. Ian Mevorach adalah seorang Sarjana Filsafat dari Middlebury College, Master Teologi (M. Div.) dari Univ. Boston, dan Ph.D dalam Etika Teologi. Pendiri dan pemimpin spiritual dari Common Street Spiritual Center, Massachussetts (www.commonstreet.org), yang merupakan komunitas inklusif, berbasis kasih sayang dan terbuka untuk semua agama. Co-founder dari Jaringan Gereja-Gereja Baptis Amerika dan mewakili Gereja-Gereja Baptis Amerika dalam dialog Yahudi-Kristen-Islam, dan dialog antar agama pada umumnya. Blog ini diterjemahkan dari Huffington Post, 5 Maret 2016.]

Islamofobi di Amerika telah meningkat sejak peristiwa 11 September 2001. Kampanye Partai Republik dlm pemilihan Presiden Aamerika 2016 telah sekaligus mengungkapkan dan memperburuk gejala yang meresahkan ini. Donald Trump dan politisi lainnya telah memanfaatkan ketakutan dan kebencian Muslim untuk kepentingan politik. Mereka membangun di atas pondasi yang sebagian besar disebabkan oleh retorika Islamophobia dari aliran Kristen Kanan yg terus menerus. Sekarang kita merasakan suasana kebencian (xenophobia) di negeri ini yang mengingatkan orang akan kebangkitan Nazi di Jerman.

Ketika Hitler berkuasa di Jerman, ada sejumlah kecil pemimpin Kristen yang vokal (the Confessing Church movement) dalam menentang Nazi. Di antaranya yang paling terkenal, Dietrich Bonhoeffer. Dia meninggal dalam penjara setelah terlibat dalam konspirasi yang gagal untuk membunuh Hitler. Dalam tulisannya di penjara, ia membantah sikap anti Yahudi dari orang Kristen dan mengakui kenyataan bahwa Yesus Kristus adalah seorang Yahudi. Dengan demikian ia terpecah dengan sikap anti-Semitisme dari Lutheranisme dan Kristen secara umum yang bersejarah, yg dapat ditelusuri kembali ke abad-abad awal kekristenan. Misalnya, pemimpin seperti Uskup Agung Konstantinopel John Chrysostom (pertengahan akhir abad ke-4), yang dianggap sebagai orang suci, berkhotbah dengan penuh kebencian dan pedas terhadap kaum Yahudi, menyalahkan mereka karena membunuh Kristus. Khotbah-khotbahnya menghasut kekerasan massa terhadap kaum Yahudi. Pengkambing hitaman semacam ini terhadap orang-orang Yahudi begitu mengakar dalam agama Kristen bahkan dapat terlihat jelas dalam Injil sendiri. Dalam Injil Yohanes Yahudi disebut “anak-anak Iblis” dan dalam Injil Matius pengamat Yahudi pada eksekusi Yesus berkata, “darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami” (Mat 27:25, NRSV). Sejak peristiwaw Holocaust, arus utama Kristen, termasuk Protestan, Katolik, dan Kristen Ortodoks telah secara fundamental merevisi pandangan kami pada orang-orang Yahudi dan agama Yahudi; kami telah mengakui anti-Semitisme umat Kristen dalam sejarah dan tidak lagi menyalahkan orang Yahudi karena membunuh Kristus atau mencoba untuk mengkonversi orang-orang Yahudi masuk Kristen. Hari ini, hati nurani para pemimpin Kristen dipanggil untuk mengambil sikap yang vokal terhadap Islamofobi. Kita dipanggil untuk membasmi Islamophobia keluar dari agama kita sebelum mengarah ke bencana genosida lain.

Seperti halnya dengan sikap anti-Semitisme Kristen, Islamofobi Kristen memiliki akar yang dalam. Dalam tulisan-tulisan Kristen tertua tentang Islam, St. John dari Damaskus (abad ke-8 M), Muhammad digambarkan sebagai orang sesat yang terinspirasi oleh iblis; Islam itu sendiri dikategorikan sebagai bid’ah Kristen. Tragisnya, ini telah menjadi penilaian Kristen dominan terhadap Muhammad dan Islam sampai hari ini, dengan tokoh-tokoh berpengaruh seperti Dante, Thomas Aquinas, dan Martin Luther semua membuat klaim provokatif yang serupa. Pada abad ke-15, Nicholas dari Cusa menyesali perang antara Kristen dan Muslim dan berusaha untuk menyatukan kedua agama secara teologis. Namun, ia tidak berhasil dan malah akhirnya menulis cacian yang menyangkal Qur’an dan lagi membingkai Muhammad sebagai orang sesat yang terinspirasi oleh setan. Contoh sebaliknya yang paling menonjol dari tradisi yang cukup suram dari polemik Kristen terhadap Islam ini adalah St Fransiskus dari Assisi. Selama Perang Salib dari abad ke-13, Francis berhasil mendialogkan dengan Sultan Malek al-Kamil dari Mesir dan negosiasi gencatan senjata antara pejuang Kristen dan Muslim. Sultan tidak tertarik bernegosiasi dengan Paus atau pemimpin lainnya, tetapi hanya dengan Francis, yang ia kagumi dan dipercaya sebagai orang yang berintegritas, damai, dan pengabdian kepada Allah. Kaum Kristen Kanan di Amerika bukanlah menciptakan Islamophobia, mereka hanya melanjutkan urat kebencian tradisi Kristen ini.

Dari awal, orang Kristen telah bereaksi terhadap Islam dalam semangat kompetisi dan ketidakpercayaan. Bukannya merangkul dan menghargai Islam sebagai saudara kandung seiman, orang Kristen telah mencoba untuk mendiskreditkan Islam. Sekarang, di abad ke-21, sudah saatnya bagi orang Kristen untuk mengakui betapa salahnya kita. Islam adalah agama terbesar kedua di planet ini dan merupakan bagian integral dari peradaban manusia seperti yang kita kenal. Islam adalah agama yang kompleks indah yang mendukung martabat manusia, seni dan ilmu pengetahuan, spiritualitas, keadilan ekonomi, lingkungan dan ras, dan banyak lagi. Sebagai orang Kristen hari ini kita dipanggil untuk mengakui integritas Islam dan merangkul Islam sebagai saudara seiman. Dan kuncinya, saya percaya, untuk membuat pergeseran paradigma ini adalah memilih untuk melihat Muhammad secara berbeda, dalam cahaya iman kita.

Sama seperti Bonhoeffer mengakui kenyataan bahwa Yesus Kristus adalah seorang Yahudi, sehingga mengidentifikasi dirinya sebagai seorang Kristen dengan dan untuk orang-orang Yahudi, demikian juga orang Kristen saat ini memiliki kesempatan untuk mengidentifikasi diri dengan dan untuk umat Islam dengan positif mengidentifikasi Yesus dengan Muhammad. Dasar Islamofobi Kristen adalah penolakan Muhammad sebagai roh kesesatan (spirit of error); fondasi Islamophilia (cinta Islam) Kristen adalah pengakuan Muhammad sebagai roh kebenaran. Yesus, dalam Injil Yohanes, memprediksi kedatangan seorang nabi masa depan dia sebut “roh kebenaran”:

“Aku masih mempunyai banyak hal untuk kusampaikan kepadamu, tetapi kamu tidak dapat menanggungnya sekarang. Ketika Roh Kebenaran datang, dia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; karena ia tidak akan berbicara sendiri, tetapi akan berbicara apa pun yang ia dengar, dan ia akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang akan datang. Dia akan memuliakan Aku (Yesus), karena ia akan membawa apa yang kepunyaan saya dan menyatakan kepada kamu sekalian. Semua yang Bapa punya adalah milikku. Untuk alasan ini saya mengatakan bahwa ia akan mengambil apa yang kepunyaan saya dan menyatakan kepada kalian ” (Yohanes 16: 12-15, NRSV).

Hari ini sebagai umat Kristen kita memiliki kesempatan untuk merangkul Muhammad, Al-Qur’an, dan Islam dalam sebuah ekspresi iman di dalam Yesus. Pelukan semacam ini akan memiliki implikasi politik yang besar dan akan secara radikal mengubah kualitas hubungan Kristen-Muslim. Sekarang kita (umat Kristen) memiliki kesempatan untuk mengakui dan melepaskan reaksi negatif Kristen terhadap Islam, dan untuk mencari hubungan kolaboratif dengan umat Islam. Adaptasi penting Kristen ini, yaitu memilih untuk melihat Muhammad sebagai “roh kebenaran” yang dikatakan oleh Yesus akan membimbing kita ke dalam semua kebenaran, akan memungkinkan Kristen dan Islam untuk bekerja sama untuk perdamaian, keadilan, dan penyembuhan bumi; itu akan membantu mengakhiri kecenderungan ketidakpercayaan Kristen dan ketakutan terhadap Muslim.

Dalam Al-Qur’an, Yesus berkata, “‘Hai Bani Israil! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan apa yang datang sebelum saya dalam Taurat dan membawa kabar gembira tentang Rasulullah yang datang setelah saya yang namanya Ahmad ‘”(Qur’an 61: 6). Dalam ayat ini kita memiliki visi Yesus yang menegaskan baik Yudaisme dan Islam; ini adalah visi Yesus yang saya percaya bahwa orang Kristen dipanggil oleh Allah untuk mengadopsinya pada abad ke-21. Bayangkan sebuah kekristenan yang bisa merangkul sepenuhnya norma-norma kitab suci Yahudi-Kristen-Muslim dan terlibat dalam dialog teologis dan etis yang mengalir bebas dengan tetangga Yahudi dan Muslim. Bayangkan betapa sebuah yang Kristen yang terbuka untuk transformasi dan penyembuhan dialog ini, akan membawa kebaikan ke seluruh keluarga agama Ibrahim.

Ya, Kristen telah membuat kesalahan besar dalam hal baik Yudaisme dan Islam; tradisi kita penuh dengan anti-Semitisme dan Islamophobia. Tapi itu dalam kemampuan  kita untuk belajar dari sejarah dan membetulkan arah yang benar kami kedepan. Penilaian pertama tradisi kami untuk Muhammad telah menjadi bencana dan telah memicu konflik berabad-abad antara Kristen dan Muslim. Tapi itu tidak terlalu terlambat untuk mengakui Muhammad sebagai seorang yang Yesus janjikan akan datang kepada kita: “roh kebenaran yang berasal dari Bapa, Ia akan bersaksi atas nama saya” (Yohanes 15: 26b, NRSV). “Engkau juga harus bersaksi,” Yesus berkata, “karena engkau telah dengan saya dari awal” (Yohanes 15:27, NRSV).

Sebagai pengikut Yesus yang setia, sekarang saatnya bagi kita untuk bersaksi tentang integritas Muhammad dan Islam, untuk bersaksi bahwa Yahudi dan Muslim adalah saudara kandung terdekat kita dalam iman. Kesaksian ini dapat membantu menetapkan arah baru untuk abad dan milenium perdamaian antara orang Yahudi, Kristen, dan Muslim.

Tinggalkan komentar