MENUNGGU MALAIKAT DATANG

MENUNGGU MALAIKAT DATANG

Oleh: Jum’an

Saya melihat orang Afrika membasahi rambut ditengkuknya ketika mengambil air wudu, berbeda dengan kita yang membasahi jambul bagian depan bukan dibagian belakang. Perintah Alloh yang asli dalam Qur’an Surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi “usaplah kepalamu” (wamsahuu bi ru’usikum) oleh orang Afrika dilakukan dengan membasahi tengkuk dan oleh orang Jawa dengan membasahi jambul. Naif sekali untuk mengaku bahwa kita yang benar. Pesan yang benar dan hakiki sekalipun, tetap memerlukan penafsiran sebelum dilaksanakan. Tetapi penafsiran mana yang menang dan diberlakukan tidak lagi merupakan masalah kebenaran tetapi tergantung kepada pihak siapa yang lebih berkuasa. Alangkah dilematisnya kalau kita bertengkar tentang penafsiran hal-hal yang sama-sama kita junjung tinggi.

Beberapa waktu yang lalu kaum muslimin terutama muslimat di Saudi Arabia resah dan terguncang, kalau tidak boleh dibilang terpecah, ketika keluar fatwa kontroversial hasil penafsiran dua ulama terkenal tentang pembatasan pergaulan antara pria dan wanita. Fatwa itu mengajurkan agar wanita menyusui pria dewasa yang bukan muhrimnya agar dapat bergaul tanpa melanggar agama. Baca: MEMBENDUNG BANJIR FATWA. Belum lagi reda masalah fatwa menyusui orang dewasa, muncul kontroversi lainnya masih sehubungan dengan percampuran pria-wanita. Kali ini diulas oleh Tariq Al Maeena, komentator sosial dan politik dari Jeddah dalam Gulf News 3 Oktober yang lalu.

Dr. Yusuf Ahmad professor hukum Islam Universitas Islam Ryadh, menyarankan agar Masjidil Haram dibongkar dan dibangun kembali untuk mencegah bercampurnya laki-laki dan perempuan dimusim haji terutama waktu tawaf dan melempar jumroh. Saran itu ditolak oleh Dr Mohammad Al Sahli, pimpinan Masjid Jauhara Mekah: ”Kenyataan bahwa seorang profesor di sebuah universitas keagamaan di ibukota Arab Saudi bisa mengeluarkan suatu pernyataan tentang percampuran laki-laki dan perempuan di tempat suci ibadah umat Islam adalah sebuah penghinaan bagi kita yang menggunakan tempat itu untuk mendekatkan diri kepada Allah.” Bukan untuk tujuan lain. Usaha pemisahan antara kaum pria dan wanita ditempat-tempat umum adalah berlebihan dan hanya akan menimbulkan perpecahan yang mengkutubkan masyarakat Saudi. Kantor KADIN Jeddah baru-baru ini memutuskan merubah jam kerja karyawati dari jam 8.00 – 16.00 dan karyawan dari jam 8.30 -16.30 untuk mencegah mereka bersinggungan waktu masuk dan pulang kantor. Bagaimana dengan suami-istri yang sama-sama bekerja disana? Dinegri dimana wanita tidak boleh nyetir mobil sendiri, apa tidak lebih merepotkan lagi? Bukan tidak mungkin penerbangan nasional, restoran, rumah sakit dan tempat perbelanjaan akan memenjadi sasaran selanjutnya. Apa sebenarnya yang mau disampaikan kepada masyarakat? Atau pemisahan pria-wanita ini merupakan agenda komersial dan bisnis dari para pengusaha? Begitu ulas Tariq Al Maeena.

Seandainya saja malaikat Jibril turun kebumi, saya akan minta dia menanyakan kepada Alloh segala penafsiran yang simpang siur di dunia Islam sekarang ini mana yang benar dan mana yang salah. Saya akan bertanya seperti kaum Musa ketika disuruh memotong seekor sapi betina. Meski sudah jelas, tetap akan saya tanyakan sapi muda atau tua, sapi kuning atau putih, sapi cacat boleh atau tidak, sapi pembajak atau sapi ternak? Soalnya entah sampai kapan kita akan selesai bertengkar akibat beda penafsiran ini.

3 tanggapan untuk “MENUNGGU MALAIKAT DATANG

  1. sebenarnya nyaman juga lho pak, kalo ada kismun nissa nya. didalam ruangan lebih leuasa. tidak ada jg laki-laki iseng jahil atau laki-laki yg g mau mendahulukan wanita. dibalik abaya, wanita saudi itu tidak terpaksa menutup aurat, karena setelah sampai di kismun nissa mereka bisa berekpresi bebas dengan kecantikan mereka karena tidak ada laki2/non mahram yg masuk area kerja mereka.tapi kalo sampai harus ngurusi ‘air susu’ itu mah keterlaluan org sudah sama2 akil baliq. menerapkan aturan sebisa mungkin diusahakan dilaksanakan, tapi tidak ghuluw (berlebihan). pada dasarnya peraturan itu untuk keselamatan manusia. maaf pak kalo seakan sok tau. masih sedikit ilmunya.kalo boleh bertanya pak, kalau di masjidil harram itu diberlakukan hukum darurat tidak ya pak? mengingat sunnah rasul kalo minum ahsannya duduk, namun dalam keadaan darurat boleh saja berdiri. seperti waktu rasulullah minum air zam-zam.diasrama kalo kami mau berangkat umrah juga harus ada muhrim pak, kalo g ada misal sendirian aturan semestinya tidak diperbolehkan. jadi walaupun berbaur tetap ada muhrin yg menjaga.nah kalo wanita menyetir disini bahay sekali pak, mereka para laki2 karena jalanan jarang lampu merah biasanya nyetir lebih dari 100km/jam sudah biasa.apalagi kalo sendirian, bapak pasti tau kan apa jadinya kalau wanita di saudi arabia berjalan sendirian.kalau restoran memang sudah terpisah pak biasanya yang kismun nissa diatas, ada juga ruangan keluarga. malah ada yang tidak memperbolehkan wanita masuk/cuma khusus laki-laki.maaf pak sekedar sharing. syukran

  2. Syukron juga. Pada hakekatnya kita sangat setuju dengan semua pembatasan pergaulan laki-laki dan perempuan. Sekali lagi cara orang mempertahankan tafsirannya sendiri yang kadang-kadang menurut orang lain agak keterlaluan itulah yang jadi persoalan. Bukan persoalan saya tapi orang banyak. Saya juga tidak anti Saudi.Syukran ifonya

  3. sekolah kami termasuk yg dinilai cukup ekstrim buat segelintir wali murid yg ngeliat kami benar2 berusaha memisahkan mereka dalam berbagai kesempatan, kelas putra di sisi kanan putri di kiri, waktu sholat istirahat dibedakan, di perpustakaanpun walaupun raknya ditengan tempat bacanya dua sisi, tapi lama lama mereka sadar jaman gini mau dibiarin aja wahhh susah, kami cukup ketat untuk itu ketauan pacaran ada hukuman tersendiri, hrapannya g d ulang lagi, …..gampang? g juga. jadi promosi deh

Tinggalkan komentar