MISKIN SALAH SENDIRI?

Image

MISKIN SALAH SENDIRI?

Oleh: Jum’an

Ketika saya menderita sakit, tidak sedikit orang-orang yang peduli memberi nasehat agar saya banyak-banyak istighfar, berzikir, membaca Al-Qur’an serta bersedekah. Tujuannya tentu saja agar saya memperoleh kesembuhan disamping berobat dokter. Saya meng-iyakan saja nasehat mereka; tetapi tidak banyak yang bisa saya lakukan. Ada hal yang tidak mereka ketahui tentang saya: bahwa penyakit yang saya derita (dan juga kebanyakan penyakit) telah melumpuhkan semangat dan mengkaburkan kejernihan berfikir, tidak lagi seperti ketika saya dalam keadaan sehat, pikirang terang. Saat sehat, satu doa pun saya ulang-ulang. Istighfar dan zikir enteng. Bacaan Qur’an-pun terasa pesonanya. Begitulah agaknya keadaan orang yang menderita kemiskinan. Kemiskinan itu telah melumpuhkan akal sehat dan nalar mereka. Anjuran agar bekerja lebih giat, mengajukan kredit usaha kecil dengan memenuhi berbagai persyaratan dan melampirkan macam-macam bukti. Formulir, meterai, stempel. Apalagi mengikuti macam-macam kursus kewira-usahaan. Semua tidak mudah dicerna oleh otak mereka. Ibarat mengajak pengemis berolah raga!

Banyak bukti penelitian yang menyatakan bahwa akibat kemiskinan, seperti khawatir apakah besok-besok masih bisa makan atau tidak, bagaimana membayar hutang yang menumpuk, dapat merongrong balik menjadikan simiskin kekurangan kekuatan mental dan daya pikir untuk mengatasi kemiskinannya. Penelitian Dean Spears dari Univ. Princeton (2011) mengaitkan kemiskinan dengan menurunnya pengendalian diri; bahwa kemiskinan mempersulit pengambilan keputusan ekonomi dan melumpuhkan pengendalian perilaku. Penelitian lain juga menemukan bahwa kemiskinan merusak kemampuan untuk mengendalikan diri. Tiap orang memiliki energi mental terbatas. Makin banyak energi itu dihabiskan untuk menghawatiran kebutuhan dasar sehari-hari, makin sedikit yang tersisa untuk membuat perencanaan dan keputusan yang sehat dalam jangka pendek dan keberhasilan jangka panjang. Orang miskin sering mengalami rasa putus asa yang melumpuhkan. Khawatir dapat menjadi umpan balik yang cenderung menyempitkan pandangan, semacam jerat yang sulit dilepaskan.

Sebuah studi yang diterbitkan jurnal Science menunjukkan bahwa stres karena kekhawatiran keuangan dapat benar-benar merusak fungsi kognitif orang miskin. Data dari orang-orang berpenghasilan rendah di Amerika dan petani miskin di India, sama-sama membuktikan bahwa baru merenungkan rencana keputusan saja, sudah melemahkan kinerja otak mereka. Orang miskin Amerika yang diminta untuk memikirkan perbaikan mobil dengan biaya yg tinggi, ketika menjalani test kemampuan berfikir hasilnya lebih buruk dibanding mereka yang diminta memikirkan perbaikan mobil dg biaya yg lebih rendah ataupun dari orang yang lebih kaya. Para peneliti itu juga mengamati hasil test kemampuan berfikir para petani miskin di Tamil Nadu India, sebelum dan sesudah musim panen. Daya pikir para petani sesudah panen (meskipun belum menikmati hasilnya) yg merasa lebih aman ternyata lebih baik daripada sebelum panen yang masih merasa khawatir. Temuan ini menambah bukti bahwa bahaya kemiskinan tidak terbatas pada dampak langsung dari kekurangan materi, tetapi berakibat pada menurunnya kemampuan berfikir, yang penting bagi kita bila ingin memahami tentang orang miskin. Berdasarkan kenyataan itu diadakanlah penelitian tentang manfaat bantuan langsung tunai tanpa syarat kepada orang miskin. Para peneliti telah menemukan bahwa pemberian uang tunai satu kali untuk penduduk miskin di Uganda telah menghasilkan peningkatan besar dalam pendapatan mereka selama 4 tahun berikutnya.  Mudah dipahami bahwa suntikan dana awal itu telah memberi hasil yang nyata. Tapi kemungkinan besar justru kelegaan mental yang ditimbulkan oleh bantuan tunai tanpa syarat yang sebenarnya menjadikan mereka dapat mengambil keputusan dan pemecahan masalah yang lebih tajam.

Pemikiran yg menggurui, bahwa kita harus berhati-hati dalam memberi bantuan, dan mengharuskan untuk melampirkan persyaratan yang rumit dan seleksi, mungkin justru dapat menambah masalah kemiskinan. Para pemimpin berpikir, orang miskin diberi bantuan gratis hanya akan menjadikan mereka tambah malas! Sesederhana itukah? Bukti dari Uganda diatas menunjukkan sebaliknya. Dimanapun, tekanan kekhawatiran keuangan yang berterusan merupakan penghalang besar bagi pengambilan keputusan yg bijak yang dibutuhkan oleh orang-orang dalam keadaan sulit untuk berhasil. Jadi jangan katakan bahwa mereka miskin akibat perilaku mereka sendiri. Jerat kemiskinan yang sulit dilepaskan telah melumpuhkan mereka sehingga idak bisa berperilaku produktif.

Satu tanggapan untuk “MISKIN SALAH SENDIRI?

Tinggalkan komentar